Alvarez & Marsal Ungkapkan Kelemahan Emiten di Indonesia Setelah Pandemi Melanda

Diposting pada

A&M Indonesia menilai, situasi ini akan terus memburuk pada 2022, dengan lebih dari 50 persen perusahaan yang mengalami tekanan keuangan pada akhir 2022.

Jakarta – Alvarez & Marsal (A&M), perusahaan konsultansi strategi global, mengungkapkan bahwa kondisi perusahaan di Indonesia masih rapuh pasca pandemi COVID-19. Dalam laporan terbarunya yang berjudul “Indonesia A&M Distress Alert (ADA): Indonesian Companies Remain Under Stress Despite Post-Covid Recovery”, A&M mengungkapkan bahwa sebanyak 19 persen emiten membutuhkan peningkatan kinerja keuangan.

Dalam acara peluncuran laporan tersebut yang diadakan di Hotel Alila, SCBD, Jakarta pada hari Kamis, Managing Director A&M Indonesia, Alessandro Gazzini, mengungkapkan bahwa sebanyak 9 persen emiten perlu memperbaiki kinerja operasional dan 14 persen membutuhkan perbaikan secara simultan di kedua area tersebut.

Namun, di sisi lain, Alessandro juga menyatakan bahwa ada peluang besar bagi 44 persen emiten untuk melakukan perbaikan. Ia menambahkan bahwa situasi keuangan perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya pulih setelah pandemi COVID-19, bahkan pemulihan cenderung berjalan lambat.

Lebih lanjut, Alessandro menjelaskan bahwa lebih dari 44 persen perusahaan yang mengalami kesulitan pada 2022 juga telah berada dalam kondisi yang sama tiga tahun sebelumnya. Hanya 32 persen dari perusahaan tersebut yang berhasil kembali ke status semula. Hal ini berbeda dengan negara maju seperti Inggris, dimana hanya 24 persen perusahaan yang masih dalam kondisi tertekan dan 65 persen di antaranya telah pulih.

Menurut Alessandro, faktor utama yang menyebabkan tekanan adalah neraca keuangan dan struktur modal yang melemah, bukan karena kinerja operasional yang terganggu. Sebanyak 22 persen dari perusahaan yang mengalami tekanan pada 2022 memiliki skor ketahanan neraca yang rendah tiga tahun sebelumnya. Hal ini semakin diperparah oleh kondisi suku bunga yang tinggi, sehingga perusahaan menghadapi tantangan serius dalam mencari pembiayaan baru.

Alessandro menegaskan bahwa laporan ADA ini bertujuan sebagai pengingat bagi perusahaan-perusahaan yang mengalami tekanan keuangan untuk segera mengambil tindakan guna meningkatkan kinerja keuangan dan efisiensi operasional. Ia juga menambahkan bahwa analisis ADA menunjukkan adanya tekanan pada seluruh sektor, terutama sektor Pertambangan Logam & Non-Batubara, Ritel & Transportasi, dan Infrastruktur & Konstruksi.

Dari 11 sektor industri yang diteliti, sektor Pertanian, Pertambangan Batu Bara dan Energi, Komunikasi dan TI, serta Kesehatan mencatat tingkat tekanan yang rendah dengan tren pemulihan yang signifikan. Namun, sektor Barang Konsumsi dan Bahan Kimia & Material menunjukkan tren yang memburuk dalam hal tekanan selama dua tahun terakhir.

Laporan ADA ini didasarkan pada penilaian terhadap kinerja keuangan 360 emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan pendapatan tahunan lebih dari 50 juta dolar AS. Terdapat 17 indikator kinerja utama (KPI) yang digunakan untuk menilai ketahanan neraca keuangan dan pendapatan perusahaan, sehingga dapat mengidentifikasi perusahaan yang sedang atau akan mengalami tekanan keuangan.

A&M Indonesia memprediksi bahwa situasi ini akan terus memburuk pada 2022, dengan lebih dari 50 persen perusahaan yang mengalami tekanan keuangan pada akhir tahun tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *