Jakarta – Pasar Tanah Abang, situs perdagangan yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda pada 30 Agustus 1735, dahulu menjadi pusat utama pemasaran tekstil dan mode terbesar di Asia Tenggara.
Namun, sekarang situasinya sudah berubah. Kejayaan sentra ini telah memudar karena persaingan yang ketat dengan e-commerce.
Kelompok peneliti CNBC Indonesia melakukan investigasi pada akhir 2023 dan menemukan beberapa fakta menarik terkait masalah yang terjadi di Pasar Tanah Abang, yang membuat para pembeli enggan dan beralih ke tempat lain. Berikut hasil penelusurannya.
Persaingan E-commerce yang Tidak Sehat, Keuntungan yang Tipis
Peneliti CNBC Indonesia menemukan bahwa sebagian besar toko di Pasar Tanah Abang sekarang memiliki akun e-commerce dan media sosial seperti Shopee, Tokopedia, Instagram, Tiktok, dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penjual di Tanah Abang, meskipun sempat berencana untuk tidak bergabung dengan e-commerce, pada akhirnya mereka harus mengikuti perkembangan dan berjualan secara online.
Namun, ada beberapa masalah yang sulit dihadapi oleh para penjual, yaitu persaingan harga yang tidak sehat dengan e-commerce. Beberapa penjual mengeluhkan harga yang ditawarkan di e-commerce sangat murah, padahal biaya produksi mereka lebih tinggi dari itu.
Sebagai contoh, ada kebaya brokat dan rok batik yang dijual seharga Rp160.000 per set, tetapi jika dibeli minimal tiga, akan mendapatkan diskon menjadi Rp145.000. Namun, setelah ditelusuri di e-commerce, ada model yang sama yang dijual dengan harga Rp130.000 atau bahkan lebih murah.
Contoh lainnya adalah rok plisket yang dihargai Rp20.000 jika dibeli minimal 6 pcs di Tanah Abang, tetapi di e-commerce banyak yang menjual dengan harga di bawah Rp20.000 dan bisa dibeli mulai dari 1 pcs saja.
Konsumen cenderung lebih sensitif dengan harga, sehingga tidak mengherankan jika mereka lebih memilih untuk berbelanja secara online karena harganya lebih murah, sering ada diskon ongkos kirim, dan lebih fleksibel.
Maraknya Pungutan Liar di Tempat Parkir Tanah Abang
Masalah lain yang membuat sepi adalah praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum di tempat parkir. CNBC Indonesia mengumpulkan beberapa keluhan dari netizen di berbagai platform media sosial yang menyatakan bahwa harga parkir di Tanah Abang sangat tidak masuk akal, di mana untuk parkir mobil bisa mencapai Rp50.000 dan motor Rp20.000.
Seorang pengguna TikTok dengan akun milestone xoxo mengatakan “di Tanah Abang, parkir di luar seharga Rp50.000, dan setiap belokan, pak ogah meminta Rp2.000, jika tidak, mobil akan dicoret. Jika parkir di dalam, meskipun sudah mendapatkan tiket, tetap harus membayar Rp20.000 untuk parkir manual”.
Seorang pengguna Facebook bernama Andreas Natawijaya menulis bahwa “Saya mencoba ke tempat yang sedang viral (Pasar Tanah Abang). Saat pertama kali mencoba untuk parkir, saya diminta membayar parkir sebesar Rp35.000 oleh oknum parkir, padahal saya sudah membayar parkir resmi yang menggunakan tiket”.
Seharusnya masalah parkir ini menjadi prioritas untuk diselesaikan. Jika konsumen merasa tidak nyaman hanya karena masalah parkir, maka masalah sepi ini akan berlanjut terus-menerus.
Selain itu, diperlukan kerja sama antara pelaku usaha dan manajemen Pasar Tanah Abang agar fasilitas yang ada dapat berjalan dengan lebih efisien dan efektif, sehingga para pelanggan dapat berbelanja dengan nyaman di Tanah Abang.