“Malaysia Menghadapi Dampak Krisis di Laut Merah, Konsumen Diprediksi Tanggung Beban Terbesar dari Kenaikan Biaya Pengangkutan”
Jakarta – Krisis yang terjadi di Laut Merah tidak hanya berdampak pada industri pelayaran di negara-negara yang terlibat, tapi juga berdampak pada industri pelayaran lokal tetangga Indonesia, yaitu Malaysia. Hal ini menjadi perhatian serius bagi konsumen di negara itu yang diperkirakan akan menanggung beban terbesar dari kenaikan biaya pengangkutan.
Serangan yang dilakukan oleh milisi Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah sejak bulan November telah mengakibatkan jalur pelayaran besar mengambil rute yang lebih panjang melalui Tanjung Harapan, Afrika Selatan (Afsel). Hal ini tentunya mengakibatkan perpanjangan waktu perjalanan setidaknya 10 hari dari pelabuhan utama Malaysia, Port Klang.
Mengutip laporan dari Free Malaysia Today (FMT), Rabu (24/1/2024), perusahaan pelayaran di Malaysia mengaku mengalami kenaikan biaya pengiriman dari Port Klang ke pelabuhan utama Eropa, Rotterdam. Kenaikan biaya ini terjadi pada tanggal 15 hingga 31 Desember dan 15 hingga 30 Januari.
Biaya pengiriman kontainer berukuran 20 kaki meningkat dari US$975 (Rp 15 juta) menjadi US$3.300 (Rp 51 juta) atau naik 238%. Sedangkan biaya pengiriman kontainer berukuran 40 kaki meningkat dari US$1.650 (Rp 25,9 juta) menjadi US$5.100 (Rp 80 juta) atau naik 209%.
“Harga naik karena risiko, premi asuransi, dan pengalihan rute pengiriman. Hal ini akan diteruskan ke konsumen jika mereka tetap bertahan,” kata ekonom setempat, Geoffrey Williams.
Menurutnya, sekitar 15% perdagangan global melewati Laut Merah, sehingga serangan yang dilakukan Houthi saat ini sangat mengganggu jalur perdagangan penting, termasuk perdagangan Malaysia dan negara-negara ASEAN.
“Hal ini akan berdampak besar pada perdagangan Malaysia. Risikonya adalah apakah hal ini akan meningkat menjadi konflik regional yang lebih luas. Dampaknya akan lebih signifikan,” tambahnya.
Sementara itu, Federasi Produsen Malaysia (FMM) telah memperingatkan eksportir dan importir bahwa tarif angkutan kemungkinan akan meningkat hingga tiga kali lipat tahun ini.
Manajer Umum Otoritas Pelabuhan Klang K Subramaniam mengatakan krisis di Laut Merah akan membuat lebih sedikit kapal yang singgah di pelabuhan Malaysia. Hal ini dikarenakan kapal harus menghabiskan lebih banyak waktu di laut menggunakan rute Tanjung Harapan.
Perjalanan dari Port Klang ke Rotterdam biasanya memakan waktu 65 hari melalui Laut Merah dan Terusan Suez. Namun jika kapal menghindari Laut Merah dan mengambil rute mengitari Tanjung Harapan, dibutuhkan waktu 85 hari untuk perjalanan pulang pergi.
“Pengirim harus menunggu lebih lama hingga kapal tiba di pelabuhan, dan kontainer juga akan menghabiskan lebih banyak waktu di pelabuhan,” katanya.
“Jadwal akan terlewat karena semakin banyak kapal yang berlayar. Kargo akan berada di pelabuhan lebih lama, sehingga menimbulkan tantangan operasional. Tapi kita belum melihat hal ini di sini,” tambahnya.
Dikutip dari Strait Times, Laut Merah juga telah mempengaruhi harga barang-barang impor di Malaysia. Kenaikan harga barang-barang impor ini akan terlihat akibat biaya pengiriman yang lebih tinggi karena kapal kontainer terpaksa menempuh rute yang jauh lebih panjang melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan dibandingkan dengan Laut Merah.
“Harga barang impor juga akan mulai meningkat karena biaya pengiriman yang lebih tinggi karena kapal kontainer terpaksa menempuh rute yang jauh lebih panjang melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan dibandingkan dengan Laut Merah,” kata pengamat lokal Mohd Afzanizam.
Dikarenakan sedang berlangsungnya serangan pengiriman oleh Houthi, ekspor dan impor Malaysia melalui laut masing-masing berjumlah sekitar 53,5% dan 60% dari total ekspor dan impor. Ini dirangkum dari laporan Departemen Statistik, dalam 11 bulan pertama tahun 2023.
“Mengingat lebih dari 50% total perdagangan kita dilakukan melalui laut, setiap gangguan dalam rantai pasokan global akan meningkatkan biaya berbisnis di Malaysia,” tambahnya.
Hal senada juga dikatakan oleh mitra kesepakatan ekonomi dan kebijakan PwC Malaysia, Patrick Tay Soo Eng. Menurutnya, ekonomi Malaysia mungkin akan melemah akibat dari kondisi ini.
Tay memperkirakan perekonomian Malaysia akan terus melemah pada tahun 2024, karena melambatnya perekonomian global akibat melemahnya perdagangan global. Belum lagi meningkatnya utang publik dan tingginya biaya pinjaman di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.
“Pertumbuhan ekonomi yang lamban di Malaysia akan mengurangi pendapatan dunia usaha dan memperlambat pertumbuhan pendapatan rumah tangga,” katanya.