Jakarta – Insiden pembunuhan tiga tentara Amerika Serikat di Yordania yang diduga dilakukan oleh kelompok yang didukung Iran menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Presiden Joe Biden. Terlebih lagi, insiden ini terjadi di tengah ketegangan antara AS dan Iran yang semakin meningkat.
Hingga saat ini, AS telah berhasil menghindari korban jiwa dalam lebih dari 150 serangan terhadap pangkalan militernya yang dilakukan oleh proksi Iran sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu. Namun, keberuntungan tersebut tidak akan berlangsung selamanya.
Menanggapi insiden ini, Biden akan mempertimbangkan berbagai opsi untuk merespons serangan tersebut. Namun, keputusan yang diambil akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada pada saat itu.
Beberapa opsi yang diajukan kepada presiden akan mencakup “target di Iran yang terkait dengan produksi amunisi, untuk pelatihan dan memperlengkapi pasukan pengganti Iran”. Namun, ada banyak tuntutan dari para senator Partai Republik dan beberapa mantan jenderal AS agar Biden mengebom Iran secara langsung.
Wesley Clark, pensiunan jenderal yang pernah menjadi panglima tertinggi NATO di Eropa, menyarankan tindakan keras untuk merespons serangan tersebut. Ia mengatakan bahwa AS harus berhenti menggunakan istilah “pembalasan” dan segera mengambil tindakan yang lebih proaktif untuk menyerang sumber utama dari serangan tersebut, yaitu Iran.
Sementara itu, Biden pun kini semakin rentan terhadap tuduhan kelemahan di panggung dunia karena perjuangannya untuk terpilih kembali sebagai presiden AS. Namun, serangan udara terhadap Iran akan menjadi langkah yang sangat berisiko dan berdampak besar bagi hubungan AS-Iran serta stabilitas di kawasan Timur Tengah.
Menurut para ahli, pemerintahan Biden berada dalam posisi yang sangat sulit. AS harus terus bersaing dengan China di Asia dan menghadapi Rusia di Eropa, namun juga harus menghadapi Iran di Timur Tengah. Hal ini semakin memperumit situasi yang sudah sangat menantang di kawasan tersebut.
Beberapa opsi yang bisa dilakukan adalah dengan menargetkan warga Iran dan perangkat keras Iran di luar perbatasan negara tersebut. Namun, pilihan yang lebih drastis adalah serangan terhadap kapal perang Iran yang mendukung Houthi di Laut Merah atau Teluk Aden.
Para ahli juga menyarankan serangan terhadap Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yang bermarkas di Suriah, termasuk fasilitas yang dikenal sebagai Rumah Kaca di bandara Damaskus. Namun, hal ini juga berisiko memperumit hubungan dengan pemerintah di Baghdad yang mengancam akan mengusir pasukan AS dari Irak.
Situasi ini semakin rumit dengan adanya kekhawatiran bahwa tidak ada negara yang mempunyai kepentingan untuk mengubah serangkaian konflik proksi menjadi perang habis-habisan. Namun, Iran tetap menggunakan strateginya untuk meningkatkan kewaspadaan atas kehadiran AS di kawasan dengan mempersenjatai dan memberikan kebebasan kepada milisi proksinya.
Dengan berbagai pertimbangan yang harus diambil, Biden harus memilih opsi yang paling tepat untuk merespons serangan tersebut tanpa memperburuk situasi yang sudah sangat genting di kawasan Timur Tengah. Namun, hal ini tidak akan mudah dilakukan dan akan membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan tersebut.