DoubleVerify: Mengintip Masa Depan Industri Media Digital dan Periklanan di 2024, Antisipasi Tren dan Transformasi yang Wajib Diketahui!

DoubleVerify: Melihat Masa Depan Media Digital dan Periklanan di Tahun 2024, Inilah Tren dan Perubahan yang Harus Diketahui!

Diposting pada

“Media digital di Indonesia dan Asia Pasifik terus mengalami perkembangan yang pesat. Saat ini, 60% pengguna media sosial di kawasan Asia Pasifik merupakan pengguna media sosial di seluruh dunia. Namun, sayangnya, efektivitas pemasangan iklan belum sebanding dengan besarnya jumlah pengguna internet, termasuk di Indonesia.

Menurut studi yang dilakukan oleh DoubleVerify, platform perangkat lunak yang terkemuka di bidang pengukuran, data, dan analitik media digital, hanya 17% pemasar yang mengevaluasi efektivitas iklan di media digital. Mayoritas pemasang iklan tidak memperhatikan evaluasi efektivitas iklan sebagai indikator penting.

“Ada empat indikator penting yang harus diperhatikan dalam pemasangan iklan, yaitu brand suitability atau brand safety, viewability atau keterlihatan iklan, minimisasi fraud, dan target geografi yang tepat,” ujar Muhammad Arif Bijaksana, Business Director DoubleVerify Indonesia, saat mempresentasikan hasil studi yang berjudul “Raising the Bar in APAC: How Media Quality and Performance Drive Outcomes” di Jakarta, pada Selasa (30/1/2024).

Arif juga menjelaskan bahwa media sosial semakin berkembang karena awalnya hanya digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, namun kini juga digunakan sebagai alat perdagangan. “DoubleVerify menemukan bahwa 35% pemasar menganggap fragmentasi audiens sebagai masalah utama, dan hal ini memang memiliki alasan yang kuat,” tambahnya.

Pertumbuhan pengguna internet juga mendorong pertumbuhan belanja iklan digital yang besar di kawasan Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Arif menyebutkan bahwa pada tahun 2023, belanja iklan di Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,565 juta atau setara dengan lebih dari Rp 40 triliun, dan pada tahun ini, diperkirakan akan mencapai lebih dari USD 3,051 juta atau setara dengan lebih dari Rp 48 triliun.

Sayangnya, besarnya belanja iklan digital ini belum dimanfaatkan secara optimal di media digital yang memiliki kemampuan untuk diukur dengan presisi. “Kehadiran platform digital merupakan peluang besar bagi pemasar dan brand untuk meningkatkan performa kampanye periklanan mereka dan menjangkau target secara lebih efektif,” ujar Arif.

Selain itu, DoubleVerify juga menyoroti pertumbuhan media ritel yang unik, dimana konsumen di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia, menggunakan media sosial untuk melakukan riset produk sebelum membelinya. Temuan lainnya adalah adanya fenomena “super-app” seperti Grab, Lazada, dan Tokopedia yang semakin populer sebagai channel pencarian, mengalahkan media sosial dan Google Search.

Akibatnya, penggunaan e-commerce semakin meningkat dan memberikan peluang bagi pengiklan untuk menjangkau konsumen yang lebih banyak menghabiskan waktu online, terutama saat Ramadan (berdasarkan survei Maret 2023), dimana sebanyak 76% konsumen berniat untuk membeli produk seperti busana dan aksesoris.

Dari hasil studi DoubleVerify, juga terungkap bahwa perhatian pengguna menjadi hal yang menarik untuk dibahas, dimana pada tahun 2023, 70% konsumen di Asia Tenggara (66% di Indonesia) menghabiskan lebih banyak waktu online dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Sebanyak 98% pemasar yang disurvei mengatakan bahwa mereka menggunakan alat pengukuran metrik attention untuk mengevaluasi pembelian media digital. Namun, pengukuran metrik tradisional saja tidaklah cukup.

Terakhir, namun tidak kalah penting, adalah transformasi periklanan yang melibatkan kecerdasan buatan (AI). “Teknologi terus berkembang, termasuk di industri periklanan, yang ditandai dengan hadirnya periklanan digital pada tahun 2010an, programatik pada tahun 2010an, dan kecerdasan buatan pada tahun 2020an,” ungkap Arif.

Conrad Tallariti, Managing Director APAC DoubleVerify, menambahkan bahwa pemasar di kawasan Asia Pasifik, termasuk di Indonesia, memiliki pandangan positif terhadap pengukuran kualitas media, dimana 91% setuju bahwa hal tersebut penting untuk dilakukan guna mencapai kesuksesan dalam pemasangan iklan.

Namun, dari hasil studi DoubleVerify juga terungkap bahwa verifikasi iklan tidak dilakukan secara terus-menerus oleh pemasar di Asia Pasifik. Hanya 1 dari 3 pemasar yang menggunakan alat verifikasi secara ad-hoc.

Saatnya bagi pemasar untuk lebih efektif. Conrad menekankan bahwa pengiklan harus tetap melindungi investasi mereka dengan melakukan verifikasi secara berkala terhadap semua saluran digital, guna menghindari risiko membuang-buang investasi mereka. “Kualitas media harus menjadi dasar dari setiap kampanye periklanan, dan pemasar harus lebih banyak belajar tentang verifikasi,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *