Jakarta – Rupiah kembali menunjukkan kekuatan dengan menguat beberapa hari terakhir. Namun, hari ini, Kamis (1/2/2024) rupiah berpotensi mengalami pergerakan yang tidak stabil karena bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) masih ragu untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Data yang dirilis dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada perdagangan kemarin, Rabu (31/1/2024), rupiah ditutup menguat tipis 0,01% di angka Rp15.775/US$. Penguatan ini terjadi dalam perdagangan empat hari berturut-turut sejak 26 Januari 2024.
Penguatan rupiah kemarin sesuai dengan harapan pasar yang semakin yakin bahwa The Fed akan menahan suku bunga pada pertemuan akhir Januari. Namun, hasil pertemuan semalam menunjukkan bahwa The Fed masih belum siap untuk menurunkan suku bunga pada Maret mendatang.
Dalam pernyataan resmi, The Fed menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga tidak akan dilakukan sampai mereka yakin bahwa inflasi akan mencapai target 2%. Ketua The Fed, Jerome Powell, juga menegaskan bahwa ekonomi AS saat ini masih kuat, sehingga The Fed belum siap untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Maret mendatang.
Selain itu, pada hari ini, Kamis (1/1/2024), rilis data PMI Manufaktur Indonesia periode Januari 2024 dan data inflasi Indonesia periode Januari 2024 akan mempengaruhi sentimen rupiah. Data PMI manufaktur Indonesia pada bulan Desember 2023 menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan permintaan baru yang meningkat dan permintaan asing yang sedikit membaik. Namun, data inflasi Indonesia diperkirakan akan melandai karena harga bahan pokok dan BBM non-subsidi yang turun.
Secara teknikal, rupiah berpotensi menguat ke garis rata-rata selama 100 jam (Moving Average/MA100) di posisi Rp15.750/US$. Namun, jika terjadi pembalikan arah, rupiah bisa melemah ke level psikologis Rp15.800/US$. Jika level ini tertembus, resistance selanjutnya akan berada di posisi Rp15.830/US$.
Sebagai tambahan, data grafik menunjukkan bahwa rupiah telah memperlihatkan kekuatan dengan menguat terhadap dolar AS. Namun, pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga AS dan data ekonomi Indonesia. CNBC Indonesia Research memperkirakan bahwa tren suku bunga tinggi AS akan mereda, namun rupiah justru dibuka dengan melemah.