Jakarta – Mayoritas penduduk Indonesia menghabiskan uang sebesar Rp 300 ribu setiap bulannya untuk menggunakan internet di rumah. Hasil survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, penetrasi internet di Indonesia mencapai 67,4%, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 66,3%. Selain itu, sebanyak 22,5% masyarakat Indonesia juga rela mengeluarkan uang sebesar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu untuk akses internet.
Namun, rencana Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi untuk mewajibkan kecepatan internet minimal 100 Mbps dapat menyebabkan kenaikan harga internet. Hal ini diungkapkan oleh Dirjen PPI Kementerian Kominfo, Wayan Toni Supriyanto yang menyatakan bahwa perlu dilakukan kajian terkait hal tersebut. Namun, ia juga menyatakan bahwa harga internet 100 Mbps bisa jadi lebih murah dari harga sekarang.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif juga menambahkan bahwa saat ini belum ada kebijakan satu harga internet di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan harga backbone fiber optik antara Jawa dan wilayah di timur Indonesia yang bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Jika rencana internet minimal 100 Mbps diterapkan, kemungkinan harga paketnya juga tidak bisa seragam. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut terkait hal ini.
“Jadi, nggak mungkin kalau memang 100 Mbps kita buat kebijakan dengan harga yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Kita butuh kajian dan kontribusi dari para operator besar dan pemilik kabel laut untuk menyatukan harga internet secara nasional,” tambah Arif.
Hal ini juga berdampak pada wilayah Baduy yang menjadi alasan mengapa internet Indosat dimatikan di sana. Karena harga internet di wilayah tersebut lebih mahal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.