Jakarta – Rusia telah menanggapi dengan keras atas tindakan aliansi militer Barat, NATO, yang mengadakan latihan besar-besaran saat hubungan kedua belah pihak memanas pasca perang di Ukraina. Sebelumnya, NATO telah meluncurkan latihan bernama Steadfast Defender 2024 yang melibatkan sekitar 90.000 tentara dari 31 negara anggota dan Swedia. Latihan ini dianggap sebagai latihan terbesar dalam beberapa dekade terakhir.
Panglima Tertinggi NATO untuk Eropa, Christopher Cavoli, mengumumkan bahwa latihan ini akan berlangsung hingga Mei. Lebih dari 1.100 kendaraan tempur, termasuk 133 tank dan 533 kendaraan tempur infanteri, serta lebih dari 50 kapal angkatan laut dan 80 helikopter, drone, dan jet tempur akan berpartisipasi dalam latihan tersebut.
Dmitry Peskov, Juru Bicara Kremlin, menegaskan bahwa NATO selalu dimaksudkan sebagai alat konfrontasi yang dikendalikan oleh Amerika Serikat, dan hal ini sangat mengancam Rusia. Peskov menambahkan bahwa Moskow akan terus mengambil tindakan yang sesuai sebagai tanggapannya, terutama ketika NATO terus memperluas infrastruktur militernya menuju perbatasan Rusia.
Latihan militer NATO ini diluncurkan ketika sejumlah pejabat dari negara-negara anggotanya mendesak blok tersebut untuk bersiap menghadapi konfrontasi militer skala penuh dengan Rusia dalam waktu dekat. Mereka mengklaim bahwa Moskow punya rencana untuk menyerang Eropa dalam beberapa dekade mendatang, namun Rusia telah membantah klaim tersebut dan menyebutnya sebagai hoax.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menegaskan bahwa negaranya tidak mempunyai kepentingan secara geopolitik, ekonomi, atau militer dalam melancarkan perang melawan NATO. Putin menambahkan bahwa Rusia lebih memilih untuk mengembangkan hubungan dengan blok tersebut.
Perang skala besar yang terjadi antara Ukraina dan Rusia pada Februari 2022 lalu juga telah menyeret NATO. Moskow mengklaim bahwa serangan ini dilakukan karena niat Kyiv untuk bergabung dengan blok tersebut. Meski NATO memberikan dukungan persenjataan kepada Ukraina, mereka belum secara langsung terlibat dalam perang antara kedua negara bekas Uni Soviet tersebut.