“Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof Koentjoro marah besar setelah Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut gerakan kritik yang dilancarkan oleh para guru besar dan sivitas akademisi merupakan alat politik. Dalam wawancara di channel YouTube Metro TV, Prof Koentjoro mengekspresikan kemarahannya saat menjadi narasumber di program berita Metro TV.
Awalnya, Tenaga Ahli KSP Rumadi Ahmad berusaha memberikan penjelasan dan klarifikasi terkait pernyataan Ari Dwipayana yang menuduh adanya gerakan dari beberapa sivitas akademika yang terlibat dalam politik. Namun, Prof Koentjoro merasa tidak puas dan tersinggung dengan pernyataan tersebut, terutama karena Ari merupakan alumni UGM.
“Saya sangat tidak puas dan tersinggung. Ketika kami membacakan petisi Bulaksumur, saya membacakan dengan suara yang penuh kasih dari UGM, mengingatkan alumni-alumni kami,” ungkapnya seperti dilansir pada Sabtu (3/2/2024).
Lebih lanjut, Prof Koentjoro menjelaskan bahwa petisi Bulaksumur yang dibacakan beberapa waktu lalu telah dirumuskan dengan serius melibatkan banyak pihak. “Ada 250 orang yang terlibat dalam merumuskan petisi Bulaksumur di UGM, termasuk mantan dua rektor dan wakil rektor. Kami tidak main-main dalam hal ini,” jelasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Susi Dwi Harijanti, juga menyatakan hal yang sama. “Klarifikasi yang disampaikan oleh Pak Rumadi masih membela rekannya, padahal sudah jelas apa yang dikatakan oleh Pak Ari,” ungkapnya.
Rumadi Ahmad, Tenaga Ahli KSP, menjelaskan bahwa pernyataan Ari Dwipayana dibaca dengan konteks yang berbeda. Ia juga menegaskan bahwa pihak Istana, khususnya Presiden Jokowi, sangat menghargai apa yang disampaikan oleh para guru besar dan sivitas akademika. Namun, dengan situasi politik yang sedang panas, pihaknya harus bisa memilah mana yang merupakan suara dan mana yang merupakan kebisingan.
“Kami sangat menghargai apa yang disampaikan oleh para akademisi dan guru besar, dan kami bukan hanya mendengar, tapi juga mendengarkan. Meskipun dalam situasi seperti ini, kami harus bisa memilah mana yang merupakan suara dan mana yang merupakan kebisingan. Namun, kami yakin para akademisi ini tetap menjunjung nilai moral dan ilmu pengetahuan,” ucapnya.