Berdasarkan data dari Migration Policy Institute, pada tahun 2017, terdapat 45 juta orang China yang bermigrasi ke luar negeri. Mayoritas dari mereka bermigrasi ke negara-negara Asia, seperti Singapura, Thailand, dan Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa tradisi berkelana dan bermigrasi yang dimiliki oleh orang China masih berlanjut hingga saat ini. Meskipun tidak lagi melalui Jalur Sutra, namun orang China tetap memiliki kecenderungan untuk mencari kehidupan baru di luar negeri.
“Jakarta, CNBC Indonesia – Dari hampir 8 miliar penduduk bumi, sekitar 18% di antaranya adalah orang keturunan Tionghoa. Hal ini mencakup sekitar 1,4 miliar jiwa dan belum termasuk para peranakan Tionghoa yang telah beradaptasi dengan kebudayaan lokal di seluruh dunia. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan tradisi berkelana dan bermigrasi yang dimiliki oleh orang Tionghoa.
Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya dapat ditemukan dalam sejarah mereka yang telah berkelana dan bermigrasi sejak zaman dahulu kala. Salah satu bukti awal dan paling ikonik dari hal ini adalah Jalur Sutra yang dibangun pada tahun 130 SM. Jalur ini menghubungkan Asia Timur dengan Mediterania dan memungkinkan para pedagang Tionghoa untuk menjual komoditasnya ke Timur Tengah dan Eropa.
Tidak hanya sebagai jalur perdagangan, Jalur Sutra juga berfungsi sebagai tempat bermukim bagi para pedagang. Hal ini mengakibatkan terjadinya interaksi dengan penduduk lokal yang melahirkan generasi baru yang keturunan Tionghoa. Fenomena serupa juga terjadi di daerah lain seperti rute perdagangan Tionghoa ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Interaksi ini kemudian melahirkan kawasan-kawasan pecinan di seluruh dunia yang menjadikan mereka ada di mana-mana.
Tingginya permintaan akan tenaga kerja China oleh negara-negara Barat pada abad ke-16 juga menjadi salah satu penyebab besar migrasi orang Tionghoa. Para pedagang dan pekerja Tionghoa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dunia yang sedang dipenuhi oleh kolonialisme Eropa. Hal ini juga terjadi pada pertengahan abad ke-19, di mana tingginya permintaan akan pekerja China juga dipicu oleh penghapusan penggunaan budak kulit hitam oleh negara-negara Barat. Selain itu, dinamika politik internal dan bencana alam juga menjadi faktor utama yang memaksa orang Tionghoa untuk bermigrasi dan memulai kehidupan baru di negeri orang.
Berdasarkan data dari Migration Policy Institute, pada tahun 2017, terdapat 45 juta orang Tionghoa yang bermigrasi ke luar negeri. Mayoritas dari mereka memilih negara-negara Asia sebagai tujuan migrasi, seperti Singapura, Thailand, dan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi berkelana dan bermigrasi yang dimiliki oleh orang Tionghoa masih berlanjut hingga saat ini, meskipun tidak lagi melalui Jalur Sutra. Orang Tionghoa tetap memiliki kecenderungan untuk mencari kehidupan baru di luar negeri.”