Mengapa AS Membuat ‘Alat’ Anti-Israel di Gaza? Kejutan dari Biden!

Diposting pada

Jakarta – Amerika Serikat (AS) tiba-tiba mengeluarkan “senjata” baru untuk melawan Israel di Gaza, Palestina. Namun, senjata ini bukanlah bom atau rudal, melainkan dukungan untuk gencatan senjata yang diusulkan dalam resolusi alternatif Dewan Keamanan PBB.

Langkah AS ini menunjukkan bahwa mereka tidak setuju dengan serangan darat besar-besaran Israel di Rafah, Gaza selatan. Washington menyatakan bahwa serangan semacam itu akan menyebabkan kerugian lebih besar bagi warga sipil dan pengungsian lebih lanjut ke negara-negara tetangga.

Israel sendiri telah mengumumkan rencana untuk menyerbu Rafah, yang merupakan tempat perlindungan bagi lebih dari 1 juta dari 2,3 juta warga Palestina di Gaza. Hal ini memicu kekhawatiran internasional akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah ada di Gaza.

Resolusi alternatif yang diusulkan oleh AS juga mengecam seruan beberapa menteri Israel untuk pemukim Yahudi pindah ke Gaza. Washington juga menolak segala upaya perubahan demografis atau teritorial di Gaza yang melanggar hukum internasional.

Rancangan resolusi tersebut juga menolak tindakan apapun yang dapat mengurangi wilayah Gaza, baik sementara maupun permanen. Hal ini termasuk pembentukan zona penyangga dan penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis.

Belum diketahui kapan rancangan resolusi ini akan diajukan ke Dewan Keamanan PBB. Namun, AS telah memberikan isyarat bahwa mereka akan menggunakan hak veto jika resolusi ini disetujui. Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyatakan bahwa resolusi ini dapat membahayakan negosiasi mengenai sandera yang sedang berlangsung.

AS memang selalu melindungi sekutunya, Israel, dari tindakan PBB. Namun, mereka juga telah memungkinkan adopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk Gaza.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah lama menyerukan gencatan senjata di Gaza. Namun, operasi militer di Rafah yang direncanakan oleh Israel dapat menyebabkan pembantaian, menurut Kepala Bantuan PBB, Martin Griffith.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *